Cara PSM Mengapresiasi Juara Piala Indonesia 2018


PSM Makassar menjadi juara baru Piala Indonesia. Mengalahkan Persija Jakarta dengan skor Sepakbola 2-0, PSM memupus harapan Macan Kemayoran meraih double winners. Piala Indonesia 2018 ditutup dengan suguhan drama yang menciptakan tangis dan air mata suka cita.

Sempat ditunda berbulan-bulan karena banyaknya agenda di Indonesia, Piala Indonesia akhirnya selesai juga. Bisa dibilang Piala Indonesia 2018 menjadi salah satu turnamen yang paling lama dihelat. Laga perdana Piala Indonesia 2018 pertama kali digelar pada 8 Mei 2018. Klasemen Piala Indonesia ini dikutip dari halaman bola nusantara.

Pada saat itu duel Persibo Bojonegoro kontra Madura United dinobatkan sebagai laga pembuka. Hasilnya, Laskar Sape Kerrab berhasil unggul 3-1 dalam babak adu penalti.

Jika dihitung, tentu saja pagelaran Piala Indonesia sudah amat panjang berlangsung. Turnamen yang baru kembali digelar ini sudah berlangsung selama setahun lebih hingga akhirnya selesai di Andi Mattalatta, Selasa (6/8).

Walau lama berjalan, bagi kami, Piala Indonesia 2018 tetap turnamen yang sangat baik. Direncanakan dengan baik oleh PSSI dan mampu mengaplikasikan Pancasila dengan gamblang.

Bukan sebuah rahasia lagi apabila sepak bola Indonesia diurus dengan sangat baik. Belum ada federasi sepak bola di dunia yang memiliki prestasi sebaik PSSI. Kita semua patut berbangga memiliki federasi seperti ini.

Khusus untuk Piala Indonesia 2018, kesiapan dan segala rencana yang disusun oleh PSSI patut diberikan apresiasi. Menggandeng sebuah sponsor besar, Piala Indonesia berjalan dengan sangat mulus. Kalau toh ada halangan di tengah jalan, inilah sebuah kehidupan yang tak pernah luput dari ujian dan cobaan.

Sepak bola adalah representasi dari kehidupan manusia. Sebuah kompetisi atau turnamen ibarat sebuah perjalanan hidup seseorang demi mencapai sesuatu yang diimpikan. Ibarat musafir yang tengah berjalan menuju satu tempat ke tempat yang lain, masalah dalam gelaran Piala Indonesia ibarat kerikil tajam yang harus dihadapi. Toh, pada akhirnya sang musafir telah mencapai tempat yang baru dan Piala Indonesia telah mendapatkan juara. 

Salah satu alasan molornya gelaran Piala Indonesia dikarenakan adanya agenda bernama turnamen Piala Presiden 2019. Piala Indonesia seakan-akan dipaksa untuk menepi sejenak demi membiarkan Piala Presiden 2019 berjalan. Apakah itu sebuah masalah? Oh, tentu tidak!

Ibaratnya seperti ini, seorang musafir tengah berjalan disebuah jalan yang panjang. Piala Presiden 2019 ibarat kendaraan lain yang lebih besar – dengan kekuatan yang juga lebih besar – ingin melewati jalan yang juga dilalui sang musafir. Merasa dirinya lebih kecil, sang musafir menepi sejenak demi memberikan jalan bagi sang kendaraan lain.

Piala Indonesia tahu tata krama dan sopan santun. Ia tak mau seenaknya sendiri berjalan terus ketika ada kendaraan lain yang lebih besar – mungkin membawa penumpang yang lebih banyak – ingin melewati mereka. Toh, kita juga tak tahu apakah kendaraan yang lebih besar itu membawa orang biasa, atau orang yang tengah sakit. Anggap saja kita berkendara di jalanan dan harus berhenti karena ada mobil ambulans yang akan lewat.

Jadi, anggapan bahwa Piala Indonesia itu tak memiliki kekuatan dan plin plan karena tak sanggup menjalankan rencana yang telah disusun adalah sebuah hal yang salah besar. Karena mereka, Piala Indonesia 2018 adalah turnamen yang penuh sopan santun.

Banyak sekali yang mencibir keputusan pihak penyelenggara Piala Indonesia 2018 memutuskan menggelar final dengan format dua leg. Menurut mereka, belum ada di dunia, sebuah turnamen, finalnya digelar dua leg.
Mereka cuma bisa nyinyir khas netizen. Mereka lupa kalau turnamen sepak bola terbesar di Amerika Latin, Copa Libertadores juga digelar dua leg. Apalagi, kultur sepak bola Indonesia memang lebih mirip dengan sepak bola ala Amerika Latin, bukan Eropa. Berbagai chant yang sempat ngetrend di Indonesia juga mengadopsi dari Amerika Latin.
Membandingkan sepak bola Indonesia dengan sepak bola Eropa itu tak benar. Indonesia memiliki kultur tersendiri yang tak bisa disamakan dengan sepak bola Eropa. Untukmu sepak bolamu, untukku sepak bolaku. Kurang lebih begitu.
Kalau toh masih ada kekurangan saat final dua leg, itu hal biasa. Copa Libertadores yang pesertanya lebih besar dari Piala Indonesia 2018 pun tak luput dari kekurangan, apalagi Piala Indonesia yang gengsinya jauh lebih besar.

Jika kita kaji lebih jauh, final dua leg itu sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila sila kelima yang berbunyi: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Panitia Piala Indonesia 2018 ingin mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mereka tak mau pertandingan besar ini hanya bisa disaksikan oleh salah satu penggemar saja. Mereka ingin berbagi kebahagiaan dengan kedua kelompok suporter. Oleh karena itu, mereka ingin mengadakan pertandingan dua leg agar kedua suporter bisa merasakan kebahagiaan yang sama.

Apalagi, jika kita mau kembali menarik ke belakang, sepak bola adalah olahraga yang mengedepankan prinsip sosialisme. Sepak bola dekat dengan prinsip-prinsip kaum proletar dan tidak ada monopoli.

Jadi, anggapan bahwa final Piala Indonesia 2018 sengaja digelar dua leg demi mendapatkan keuntungan finansial adalah pepesan kosong. Panitia tentu tak akan memikirkan keuntungan finansial karena sekali lagi, sepak bola adalah milik semua warga negara dunia.

Tapi, kalau mereka mencari keuntungan finansial, memangnya kenapa? Karena bisa saja, bagi beberapa orang, sepak bola itu membahagiakan, namun bagi beberapa orang yang lain, sepak bola itu sumber finansial. Inilah kehidupan.

Komentar